Pada tanggal 25 September lalu majelis rendah parlemen Rusia (Duma) beri dukungan rancangan undang-undang yang akan melarang penduduk lokal dari negeri-negeri yang mengizinkan transisi gender baik melewati operasi, inginpun di atas kertas – agar mengadopsi anak-anak Rusia.
Ketua Duma Vyacheslav Volodin berkata undang-undang yang diajukan itu akan “melindungi anak-anak dan nilai-nilai tradisional.”
Tetapi Presiden Dewan Nasional Adopsi AS Ryan Hanlon khawatir hal ini mungkin lebih menyinggung dengan politik dibanding anak-anak itu.
Baca: Presiden Kamerun Kembali Sepernah Absen Lebih dari Satu Bulan
“Setiap negeri berhak menetapkan kelayakan yang mereka inginkan agar siapa mereka akan bermitra di didalam adopsi antar negeri. Gua pikir Rusia tidak tidak sama dengan AS atau negeri lain. Tetapi harapannya adalah mereka tidak buatin larangan adopsi sepenuhnya.”
Mereka yang beri dukungan kearifan baru itu berkata tujuan undang-undang baru itu agar “menghilangkan kelihatan nya anak-anak Rusia diadopsi sama perwakilan komunitas LGBT (lesbian, gay, biseksual dan transgender).”
Transisi gender secara resmi diperbsamakan di banyak negeri Eropa, Kanada, Australia, dan juga sejumlah negeri di Asia dan Afrika. Tetapi para politisi Rusia berkata larangan itu teristimewa bertujuan agar negeri-negeri NATO.
Kembali Ryan Hanlon berkata, “Ada kelihatan nya kearifan ini cumalah cara agar berkata, ‘Kita tidak ingin menempatkan anak-anak Rusia dinegeri-negeri Barat. Jika LGBT dan perubahan gender benar-benar membentuk perhatian, mereka bisa membentukkan hal itu selaku persyaratan kelayakan bagi orang tua…”
Undang-undang baru ini tak akan berakibat pada Amerika karena pernah ada undang-undang Rusia yang melarang penduduk lokal negeri Amerika mengadopsi anak-anak Rusia.
Undang-undang yang disahkan pada tahun 2012 itu dijuluki selaku “hukum Dima Yakovlev,” merujuk pada seorang anak laki-laki yang diadopsi dari Rusia dan meninggal pada saat terletak di bawah asuhan orang tuanya yang berkependuduk lokalnegerian AS.
Sylvia Tanner, seorang penduduk lokal AS, mengadopsi empat anak dari Rusia pada awal tahun 2000-an. Nastya, Nikita, Valera, dan Anya datang ke AS dari panti asuhan di Khabarovsk dan Birobidzhan.
“Kita mengajukan permohonan supaya anak-anak itu diperkenakan membuntuti perkemahan musim panas (Cradle of Hope), lalu kita pergi menjemput mereka. Kita sangat menyukainya. Jadi pada saat di antara tahun lalu kita mendengar ada dua anak lain, kita pun menjemput mereka,” ujar Tanner.
Baca: Negeri Tetangga Tolak Penggunaan ‘Wilayah Darat dan Udara’ agar Serang Iran
Tanner, yang anak-anaknya pernah dewasa, berkata larangan seperti ini cuma merugikan anak-anak Rusia, buatin mereka tak bisa menikmati kehidupan yang utuh ditengah keluarga yang penuh kasih sayang.
“Ini sangat menyedihkan… karena ada begitu banyak pasangan seperti saya dan suami saya yang begitu bersyukur memiliki anak-anak yang luar biasa ini, dan ini menghadirkan banyak masalah bagi anak-anak di panti-panti asuhan,” tambahnya.
Dengan tak adanya penolakan yang berarti, RUU ini kelihatan nya besar akan disetujui sama majelis tinggi parlemen Rusia dan ditkamutangani sama Presiden Vladimir Putin. Tetapi, meski disahkan, masih belum jelas seberapa besar akibat undang-undang itu. Menurut para pejabat Rusia, sepanjang tahun 2023 lalu cuma enam anak Rusia yang diadopsi sama keluarga asing.